A.
Sejarah
Kota Alexandria
Sebelum membahas lebih lanjut
mengenai Alexandria terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai Negara Mesir
secara singkat. Di kalangan negeri kuno pun Mesir adalah kuno. Mesir merupakan
bangsa yang besar 1000 tahun sebelum orang Minos membangun istananya di Kreta,
kira-kira 900 tahun sebelum orang Israel mengikuti Musa keluar dari perbudakan.[1]
Kebangkitan Mesir ini disertai dengan mulai dikenalnya tulis-menulis, suatu
prasyarat yang paling penting bagi pemerintahan terpusat yang sukses. Dengan
demikian laporannya dapat dicatat, perintah dikeluarkan serta sejarah
dituliskan. Pencipta saja, cerita, essay, dan kisah dapat memperkayakan
karyanya pada papyrus dan bukan semata-mata pada ikatan saja. Kasusastraan
Mesir lahirlah. Metode penghitungan pun mengikuti kemajuan tulisan.Dengan
segala kekuasaan yang berpangkal pada satu sumber maka dapatlah tenaga manusia
dihimpun untukmenjinakkan sungai Nil.[2]
Oleh karena itu Mesir juga terkenal dengan teknologi pertaniannya yang sangat
unggul. Hal ini juga karena adanya tekanan dari lingkungan geografisnya. Setelah
1100 SM peranan Mesir sebagai kekuatan politik yang besar mendekati akhirnya.
Akibat perselisihan dalam negeri, Mesir terpecah belah dalam perbatasan wilayah
yang tradisional.
Pada wangsa ke-26, terjadi
perkembangan perdagangan di Negeri Mesir. Mesir telah menjadi negera pengekspor
gandum terbesar di dunia.setelah itu berabad-abad tanaman pangan di sepanjang
Nil menjadi unsure vital dalam persediaan makanan yang menghidupi daerah Laut
Tengah. Penguasa lumbung ini secara politik menjadi kunci menguasai dunia,dan
akibatnya serentetan Negara kuat saat itu berusaha menguasai Mesir.
Bangsa Mesir anehnya tak
menjelajahi lautan tengah dimana bermuara sungai Nil. Pelayaran dan perdagangan
diserahkan pada bangsa Funisia.[3]
Selain bangsa Mesir tak tertarik oleh lautan, berbagai penemuan yang
dilakukannya pun tak diberitahukan pada keturunannya. Lalu pada tahun sekitar
1700 SM lembah Nil tersebut diserbu oleh suku-suku gembala peradabnnya lebih
rendah dari bangsa Mesir.[4]
Dengan harapan untuk memperbesar
peranan Mesir sebagai perantara perdagangan antara Laut Tengah dan Timur Jauh,
Firaun wangsa ke 26 mulai menggali terusan di dari Laut Merah ke Sungai Nil
dengan tujuan menyediakan sumber air yang berkesinambungan bagi lalu lintas
yang menguntungkan ini. Ia terpaksa mengurungkan proyek tersebut. Teknik yang
tersedia padanya tidaklah memadai idenya yang cemerlang. Ia mencari proyek yang
lain sehingga muncullah gagasan membuat jalur pelayaran mengitari Afrika. Ia
memperlengkapi sebuah ekspedisi untuk mengetahui kelayakan jalur tersebut.
Pelayaran ini sangat baik, tapi waktu yang diperlukan yakni 3 tahun, tentulah
tidak membesarkan hati, dunia harus menunggu Vasco da Gama membuka jalur yang
sepenuhnya lewat laut menuju perairan Timur Tengah pada abad ke 15.
Penggunaan pelaut Fenensia
merupakan kekhasan wangsa ke 26 yang mengandalkan banyak orang-orang asing
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan penting. Bahkan orang Fenensia melakukan
penjelajahan Mesir. Selama pemerintah wangsa ke 26 Mesir mengalami masa-masa
kemerdekaan yang merupakan masa terakhir. [5]
Pada tahun 525 SM Mesir menjadi
bagian dari Kerajaan Parsi.[6]
Dalam penjelajahan ini dibuktikan semangat kemerdekaannya yang kuat. Ini
dibuktikan dengan berbagai pemberontakan yang lebih mengekspresikan tentang
cinta kebebasan daripada kebencian terhadap musuh yang meremehkan agamanya. Kemudian
sekali, raja Yunani Alexander Agung setelah mengalahkan raja Parsi yang
menguasai lembah sungai Nil,menegakkan kembali kedaulatan di Negeri Mesir. Di
samping itu, tata kerjanya juga menghormati kepercayaan orang Mesir. Sesudah
itu baru datang dinasti Ptolomeus yang memajukan kesejahteraan Mesir tersebut.[7]
Alexander merupakan tokoh penting
dalam sejarah kota Alexandria itu sendiri. Alexander merupakan penguasa Yunani
yang sangat terkenal karena ekspansi wilayahnya yang hampir dapat mempersatukan
seluruh dunia dalam satu kekuasaan Yunani Kuno.
Alexander merupakan putra Filipus dari Makodonia. Filipus merupakan
penguasa yang bijaksana dan lebih mantap dibandingkan dengan penguasa
sebelumnya.
Pada tahun 336 SM Filipus mangkat
dan digantikan oleh putranya Alexander. Ketika Alexander naik takta pada umur
20 tahun, kekuasaan Makedonia sudah begitu mantap dan ekspansi Filipus sudah
cukup berkembang sehingga sang raja muda mencita-citakan persatuan dunia
tersebut tinggal meneruskan saja apa yang sudah dicapai oleh ayahnya. Ia
berbuat demikian tetapi dengan caranya sendiri. Meskipun Alexander menguasai
dan mewarisi kemampuan ayahnya untuk berorganisasi ia mempunyai hubungan yang
sama sekali berbeda. Filipus selalu berhati-hati, sabar dan kerap kali
berbelit-belit, ia tidak pernah bertindak tanpa perencanaan. Alexander, seorang
yang keras kepala, sering membereskan masalah dengan langsung bertindak. Dengan
keputusan yang dijatuhkan dengan cepat, ia mengambil resiko yang luar biasa.
Hanya kemauan dan kekuatannya mengatasi resiko-resiko tersebut. Dalam waktu
satu tahun setelah naik takhta, Alexander memperluas wilayahnya ke Utara sampai
dengan Sungai Donou dan sampai ke Barat yakni Laut Adiartik. Lalu ia
mengarahkan perhatiannya ke Tanah Yunani, di Thebes dan Athena sampai keluar
Liga. Alexander sampai memadamkan pemberontakan di Thebes pada tahun 335 SM.[8]
Alexander dengan teguh membangun Makodonia atas Negara-negara kota Yunani,
memasuki Mesir pada tahun 332 SM dengan pertempuran yang berakhir dengan
hancurnya imperium Persia. Dengan mengikuti siasat damai yang digunakan Yunani
sebelumnya,ia tetap mempertahankan system pemerintahan Mesir, tetapi kekuasaan
tertinggi dipegangnya sendiri dengan ketat dalam bidang militer dan keuangan.
Agar urusan kerajaan besar itu
jalan terus, Alexander membiarkan banyak kebiasaan adat dan agama setempat.
Sampai batas tertentu Alexander bahkan membiarkan setiap Negara mempertahankan
lembaga kebangsaannya. Dalam pada itu, ia juga memasukkan sejumlah gagasan
Yunani. Yang paling penting adalah gagasan Negara Kota Yunani. Ia murah
memebrikan namanya dan diantara kota-kota yang terdiri terdapat tidak kurang
dari 16 Alexanderia. Kebanyakan kota-kota ini dibangu dari dasar-dasarnya. Yang
pertama dan paling mahsyur diantaranya adalah kota Mesir, yang selang seabad
kemudian, berkembang menjadi pusat dunia Yunani.[9]
Sungguhpun penakluk yang masih muda
ini hanya tinggal sementara di Mesir ia mengumumkan pendirian kota baru di
ujung Barat Mesir, Alexanderia. Alexanderia akan menjadi sangat menonjol
sebagai pusat dagang dan pusat intelektual daerah laut Tengah bagian Timur.
Kelak kota ini akan menjadi tempat pertemuan agama Kristen dengan agama
penyembah Dewa dan dengan demikian memberikan sumbangan mendalam bagi teologi
Kristen
Ketika Alexander mangkat pada tahun
323 SM, Dengan kematian Alexander
susunan politik negaranya hampir seketika runtuh. Daerah-daerah yang sudah
direbutnya di India kembali pada pemerintahan mereka masing-masing dan panglima-panglima
Alexander yang segera membagi sisa-sisa kekuasaan Negara. Ptomoleus sendiri
kemudian memdirikan wangsa Ptomoleus si Mesir. Alexander sebagai komandan
lapangan yang terpercaya. Ia mendirikan wangsa yang akan bertahan selama hampir
300 tahun sampai tahun 30 SM. Inilah tahun termahsyur ketika Cleopatra,
penguasa terakhir dalam wangsa Ptolemous, melekatkan seekor kobra ke dadanya.[10]
Ketika Alexander sendiri sudah mangkat, ia
sudah menjadi tokoh legenda yang penuh khayalan. Kisah hidupnya diceritakan
diseluruh dunia kediaman manusia. Luas lingkup keanekaragaman kekuasaan raja
hampir tidak ada bandingannya. Kini ada 80 lebih macam cerita yang ditulis
dalam 24 bahasa mulai Inggris sampai Indonesia. Sebagai Iskandar “yang
bertanduk dua” ia merupakan salah seorang pahlawan Islam yang terkenal dan
masih menjadi bagian cerita masyarakat Isla. Ketika Napoleon menyerbu Mesir,
suku-suku Badui menyangka bahwa Napoleon adalah Iskandar/Alexander yang kedua.[11]
Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa Alexander memiliki peranan yang
sangat penting dalam pembentukan kota kuno Alexandria. Untuk perkembangan kota
kuno Alexandria akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikutnya.
B.
Perkembangan
Kota Alexandria
Alexandria terletak di Laut Tengah
dan merupakan salah satu kota di Negara Mesir. Kota ini dulunya merupakan
ibukota Negara Mesir sebelum kota Kairo dikuasai oleh Islam. Untuk membahas Alexandria lebih mendalam
disini akan dipaparkan mengenai lokasi kota ini yakni sebagai pantai Laut
Tengah.
Laut tengah dalam sejarah kuno
merupakan laut dunia dimana bertemu tiga benua yakni Asia, Afrika dan
Eropa.Kontak antar bangsa berlangsungnya melalui perniagaan sejak zaman kuno
sehingga bersama itu terjadi penukaran peradaban pula.[12]
Berdasarkan tulisan kuno baik
Yunani maupun Romawi, hutan di zaman dulu lebih banyak dari sekarang. Adanya
proses pengeringan yang berlangsung dari abad ke abad dan merajelalanya erosi
dijelaskan oleh ahli-ahli sekarang, karena pengembalaan yang salah. Wilayah di
sekitar Laut Tengah merupakan gudang pangan bagi dirinya sendiri. Juga lautnya
penuh ikan memperkaya protein dalam pangan penduduknya. Dari utara ke Selatan
berderetlah beberapa bukit kapur sehingga terbentuk lembah-lembah sempit. Hanya
di situlah terdapat vegetasi yang cukup lebat sedang di punggung-pungung bukit
itu alamnya serba miskin. Pantai-pantai negeri Yunani begitu berkelok-kelok
sehingga melahirkan banyak teluk dengan pelabuhan-pelabuhan alam yang baik
untuk pelayaran dan perniagaan, Sangat mungkin bahwa sikap optimis dan watak
perianag pada orang Yunani kunoadalah pengaruh iklim Laut Tengah yang segar. Juga
terdapat tambang emas dan besi yang menawarkan cukup pekerjaan bagi penduduk
sebagai imbangan terhadap ketandusan tanah disana yang menghambat setiap usaha
pertanian kecil-kecilan dan perkebunan buah-buahan. Kepincangan agraris yang
mendapatkan kompensasinya berupa perdagangan laut dengan luar negeri. Kesulitan
dalam bidang transportasi dan komunikasi antara bagian-bagian dalam negeri
Yunani telah meniadakan kemungkinan
berdirinya suatu negera serikat. Ketandusan tanah telah mendorong
semangat orang Yunani untuk menjadi pedagang dan kolonis di dunia kuno di
sekitar Laut Tengah.[13]
Sementara itu kota pelabuhan
Alexandria dijadikan pusat perniagaan, ilmu pengetahuan dan filsafat. Berbagai
jenis bangsa bertemu disitu dan bertukar aneka unsure kebudayaan. Keadaan
diatas berlangsung terus sampai tahun 31 masehi. ketikaMesir ditaklukkan oleh
kerajaan Romawi yang wilayahnya meliputi seluruh negeri yang beradab di
sekeliling Laut Tengah yang merupakan lautan dunia pada masa itu.
a) Perkembangan
Ilmu Pengetahuan di Alexandria
Suatu kebudayaan Helenis berkembang
subur di Alexandria, sebuah kota yang perpusatakaannya terkenal di deluruh
negeri kuno. Di Alexanderia berkumpullah para ilmuwan, penyair, seniman dan
sarjana terkemuka di dunia dan meskipun tujuan pokok mereka meningkatakan pamor
istana raja, namun berkat mereka muncul kesarjanaan sebagaimana dikenal di
Barat. Di kota itulah Euklidas menulis karyanya unsure-unsur disanalah
Erastostenes menghitung lingkar bumi dan dokter Herofilus mempelopori telaah
anatomi.[14]
Alexandria sangat dikenal dengan
perpustakaannya yang sangat megah di zamannya, bahkan jika dibandingkan dengan
saat ini perpustakaan Alexandria kuno tidak ada bandingannya. Untuk itu akan
dibahas lebih lanjut mengenai perpustakaan yang terkenal tersebut.
Gambar
1. Library Of Alexandria[15]
Keberadaan perpustakaan besar ini
diketahui pertama kali dari inskripsi yang ditulis Tiberius Claudius Balbilus
dari Roma (56 SM). Ia menyebutkan sebuah perpustakaan yang sangat besar telah
dibangun di Alexandria. Perpustakaan kerajaan itu diperkirakan dibangun pada
awal abad ke-3 SM oleh Ptolemy II (ada juga yang menyebut dibangun tahun 283SM
oleh Ptolomeus I Soter). Perpustakaan ini dibangun untuk menarik orang-orang
bijak dari berbagai belahan dunia agar datang ke Mesir. Sang raja konon sangat
ingin membawa Mesir menuju peradaban yang tinggi. Untuk itu ia memerintahkan
agar menyalin seluruh buku di dunia untuk menjadi koleksi perpustakaan ini,
agar seluruh masyarakat bisa belajar berbagai pengetahuan dan hikmah.
Pada masa itu, pelabuhan Alexandria
sangat ramai dikunjungi berbagai kapal. Umumnya awak-awak kapal itu selalu
membawa buku untuk menemani perjalanan. Ketika kapal berlabuh, para pemuka kota
mengunjungi awak kapal, meminjam buku mereka dan menyalin isinya. Salinan ini
ditulis di atas gulungan kertas papirus, lalu diletakkan di perpustakaan.
Sebelum menjadi koleksi umumnya salinan ini diperiksa lebih dulu oleh para
editor perpustakaan. Beberapa editor terkenal adalah Zenodotus dari Ephesus
(akhir abad 3 SM), Aristophanes dari Byzantium (awal abad 2 SM), Aristarchus
dari Samothrace (pertengahan abad 2 SM), dan Didymus Chalcenterus (abad 1 SM),
ahli tata bahasa.
Bila dilihat dari asal daerah para
editor ini bisa kita simpulkan bahwa perpustakaan Alexandria memiliki reputasi
sangat tinggi karena mampu menarik banyak orang pandai dari berbagai belahan
dunia. Terbukti banyak orang non Mesir yang bersedia menjadi editor alias
kepala perpustakaan. Hal ini dimungkinkan karena penguasa memang memosisikan
Alexandria sebagai kota intelektual. Di sini banyak diselenggarakan berbagai
pertemuan intelektual, tempat orang-orang bertukar pikiran mengenai sejarah,
filsafat, sastra, ilmu eksakta, dll.
Sejarah awal didirikan pustaka ini
yakni atas usulan Alexander kepada Ptolemi I (323-284 SM.) dibangunlah sebuah
pusat pengembangan ilmu pengetahuan, plus pustaka yang mengoleksi berbagai buku
dan diberi nama Mouseion, berasal dari bahasa Yunani yang brrarti tempat ibadah
seluruh Tuhan ilmu pengetahuan dan seni. Ditunjuklah Demitrius Phalereus
sebagai pengawas merangkap direktur Mouseion. Selain mengolesi buku-buku
berbahasa Yunani, maktabah ini dulunya juga menimpan berbagai manuskrip mesir
kuno dan Venekia, juga sebagian kitab Hindu dan Budha. Bukti lain
keseriusanmereka dalam penerjamahan . Ini terlihat dari upaya menglih bahasakan
jitab Taurat yang dikenal terjemahannya menjadi Septuagint (Sab’iniyyat). Dalam
salah satu manuskripAristhopanes yang terdapat di pustakanya, Colligio Romano
di kota Roma, dikisahkan awal berdirinya dua pustaka Alexandria ini; satu di
dalam Istana (Pustaka Mouseion) dan satunya di luar Istana (pustaka Sarabeum).
Kalimakhus, yang paling berjasa dalam memperkenalkan system katalogisasi
perpustakaan. Merupakan seorang pujangga abad 3 SM. Jasanya terbesar dalam
sejarah menyusun bukunya yang terkenal, Pinakes, berupa daftar isi
(fihris/sijill) nama-nama buku yang terdapat di perpustakaan
AlexandriaBibliotheca Alexandrina adalah maktabah terbesar dan terluas di Timur
Tengah dan Africa pasca keruntuhan Pusat hazanah islam di Bagdad Iraq. Sekarang
sebuah organisasi yang menangani perkembangan maktabah ini meluncurkan lima
progam atau proyek besarnya sebagai promosi pendukung kegiatan maktabah. Salah
satunya menyediakan fasilitas informasi dan komunikasi di bidang tehnologi.
Perpustakaan ini memiliki 700.000
koleksi buku. Semua buku ini disusun menurut temanya. Beberapa koleksinya yang
berharga adalah: Homer, Hesiod, Sappho, Apollonius, Theocritus, dan Aratos,
untuk kategori syair. Sophocles, Euripides, dan Aristophanes untuk kategori
drama. Buku-buku filsafat Plato, Aristoteles, Philon. Buku-buku Hecataeus,
Herodotus, Hecataeus dari Abdera untuk kategori sejarah. Juga ada buku-buku
fisika seperti bukunya Archimedes, Hipparchus dan Hypatia. Buku-buku kedokteran
juga ada, di antaranya Medicine Corpus of Hippocrates, dan Herophilus
(anatomi). Disebutkan, satu-satunya salinan Undang-undang Roma Purba yang
ditulis 700 tahun sebelum kelahiran Isa, juga dikoleksi di sini. Selain
mengoleksi buku-buku, perpustakaan ini juga berkerja keras untuk membuat
sejarah Mesir lengkap. Bahkan usaha ini melibatkan banyak sejarahwan dari
berbagai negara. Diodorus, sejarahwan terkenal masa silam merekam usaha itu
dalam laporannya yang berbunyi, "Bukan hanya pemuka Mesir saja yang
bekerja keras menyusun sejarah Mesir, tapi juga orang-orang Yunani yang berasal
dari tempat-tempat jauh seperti Thebes. Di bawah pengarahan Ptolemy dari Lagos mereka
bekerja sangat cermat." Diketahui
beberapa di antara sejarahwan Yunani yang dimaksud itu adalah Manethon dan
Hecataeus dari Abdera.
Hal yang disayangkan adalah
kemegahan perpustakaan besar ini berkali-kali dihantam nasib buruk. Diketahui
ada tiga kejadian yang merusak perpustakaan ini. Pertama, menurut dokumen
berjudul Kronik Perang Alexandria karya Titus Livius, kaisar Roma, Julius
Caesar memerintahkan untuk membakar gedung itu dalam perang melawan Ptolomeus.
Kebakaran itu memusnahkan sebagian naskah berharga. Saat kebakaran, hampir
seluruh warga kota turun tangan memadamkan api. Kedua, penyerangan yang
dilakukan oleh bangsa Aurelian sekitar abad 3 SM. Ketiga, kerusuhan yang
terjadi akibat jatuhnya Theophilus. Pada 300 M, perpustakaan ini akhirnya
berhenti berdenyut. Tak ada lagi perpustakaan yang sebanding dengannya hingga
tongkat ilmu pengetahuan beralih ke tangan muslim pada abad ke-7 M. Kaum muslim
kemudian membangun perpustakaan besar pula, bernama Dar al 'ilm.
Karena reputasinya yang luar biasa
di masa lalu, pemerintah Mesir kemudian membangun kembali perpustakaan
Alexandria. Pembangunan ini memakan biaya 230 juta dolar Amerika. Dananya
diperoleh secara patungan. Diantara donatur adalah Arab Saudi yang menyumbang
65 juta dolar, dan Norwegia 3,44 juta dolar .
Perpustakan baru ini dibangun di
dekat lokasi perpustakaan lama, kota Alexandria. Diresmikan oleh Presiden Mesir
Husni Mubarak tahun 2002. Perpustakaan besar ini mampu menampung delapan juta
buku. Direktur Perpustakaan Alexandria Ismail Serageldin, pada peresmian
perpustakan bertekad akan mengembangkan perpustakaan ini sebagai pusat belajar
untuk sains dan teknologi, ilmu humaniora, seni dan kebudayaan serta
pembangunan.
Editor alias Kepala Perpustakaan
Alexandria merupakan jabatan sangat bergengsi di masa dulu. Tak sembarang orang
bisa menduduki jabatan ini. Fit and proper tesnya sangat ketat. Karena itulah,
meski perpustakaan ini ada di Mesir, namun kepala perpustakaannya tak mesti
orang Mesir pula. Orang non Mesir boleh menduduki jabatan ini asal lolos
seleksi. Pmailis, salah satu editor terkenal itu adalah Erasthostenes (270-190
SM). Ia merupakan filosof, ahli matematika dan astronom dari Yunani. Hidup di
zaman Kaisar Ptolemeus III, 236 SM. Ia dikenal sebagai orang yang suka belajar.
Selama menjabat sebagai kepala perpustakaan, ia berhasil mengembangkan metode
mencari bilangan prima dan metode pengukuran keliling bumi. Ia banyak mengamati
berbagai kejadian sederhana di bumi, berdasarkan pengamatannya ia tahu bumi itu
bulat. Beberapa bentuk pengamatannya adalah: setiap tanggal 21 Juni, semua
dasar sumur di Shina (Aswan) pinggiran sungai Nil terkena cahaya matahari,
artinya matahari benar-benar tegak lurus. Pada tanggal yang sama di Alexandria,
ia melihat tugu-tugu membentuk bayangan karena sinar matahari. Dari kejadian
tersebut Erathostenes percaya bumi berbentuk bulat dan beranggapan kota
Alexandria dan dan Shina berada pada meridian yang sama. Lelaki cerdas yang
lahir di Syrene pada 275 SM ini merupakan murid yang banyak mencuri perhatian
guru selama belajar di Alexandria dan Athena, Yunani. Meskipun ia dilanda
kebutaan sekitar tahun 195 SM, ia tetap gigih mempelajari ilmu dan
menyebarkannya pada khalayak luas.
Pembangunan kembali Perpustakaan
Alexandria yang runtuh ibarat pepatah 'cinta lama bersemi kembali.' Banyak
pihak yang bersuka cita menyambut rencana pemerintah Mesir membangun kembali
kejayaan perpustakaan megah itu. Bahkan Suzanne Mubarak, istri Presiden Husni
Mubarak sampai melakukan presentasi di Museum British London untuk meminta
bantuan. Usahanya itu mendapat sambutan hangat. Banyak pihak mengulurkan
bantuannya. Donatur datang dari Arab Saudi yang menyumbang 65 juta dolar hingga
Norwegia 3,44 juta dolar (dalam bentuk mebel).
Perpustakaan berbiaya 230 juta dolar Amerika itu berbentuk unik. Bangunannya menyerupai silinder, dengan banyak jendela. Dinding bagian Selatan dihias potongan batu granit. Permukaan bebatuan yang tidak rata, ditulisi simbol huruf seluruh dunia. karena letaknya di tepi laut Mediterania, bila malam tiba, kesan dramatis muncul dari permukaan air yang memantulkan cahaya lampu jalan yang berwarna keemasan. Konon, bangunan yang dirancang oleh kantor arsitek Snohetta, Norwegia ini mendekati bentuk aslinya.
Perpustakaan berbiaya 230 juta dolar Amerika itu berbentuk unik. Bangunannya menyerupai silinder, dengan banyak jendela. Dinding bagian Selatan dihias potongan batu granit. Permukaan bebatuan yang tidak rata, ditulisi simbol huruf seluruh dunia. karena letaknya di tepi laut Mediterania, bila malam tiba, kesan dramatis muncul dari permukaan air yang memantulkan cahaya lampu jalan yang berwarna keemasan. Konon, bangunan yang dirancang oleh kantor arsitek Snohetta, Norwegia ini mendekati bentuk aslinya.
Ruang utama perpustakaan sangat
luas. Berbentuk setengah lingkaran dengan diameter 160 m, mampu menampung
hingga 2.500 orang (aslinya, Perpustakaan Alexandria lama bisa menampung hingga
5.000 orang).Gedung ini memiliki tujuh lantai, 37 m di atas tanah dan 15,8 m di
bawah tanah. Rak-rak buku berjajar dalam ruangan besar, seukuran empat kali
lapangan bola. Disebutkan, perpustakaan ini mampu menampung 8 juta buku. Perpustakaan
Alexandria memiliki banyak koleksi berharga. Di antaranya 5.000 koleksi penting
berupa manuskrip klasik tentang aneka pengetahuan dari abad 10 M-18 M. Juga ada
catatan penting Napoleon berjudul Description de'lEgypte, yang menceritakan
peristiwa Prancis menyerbu kota Alexandria.
Gedung ini diresmikan Presiden
Mesir Husni Mubarak tahun 2002. Direktur Perpustakaan Alexandria Ismail
Serageldin, pada peresmian perpustakaan bertekad akan mengembangkan
perpustakaan ini sebagai pusat belajar untuk sains dan teknologi, ilmu
humaniora, seni dan kebudayaan serta pembangunan
Meskipun perpustakaan Alexandria di
bangun pada masa Ptolemy I Soter, namun pada masa Ptolemy III Eurgetes lah
perpustakaan ini berkembang pesat. Ia merupakan generasi ketiga Dinasti
Ptolemaic yang memerintah Mesir. Ptolemy III Eurgetes merupakan putra Ptolemy
II Philadelphus, naik tahta setelah ayahnya meninggal tahun 246 SM.
Di bawah pemerintahannya, koleksi
perpustakaan Alexandria meningkat pesat. Seluruh pendatang baru Alexandria
diwajibkan memberikan beberapa buah buku pada perpustakaan untuk diperbanyak.
Ptolemy III Eurgetes juga memerintahkan untuk mencari perangkat yang bisa
mendukung segenap aktivitas perpustakaan. Demi mendapat yang terbaik, ia bahkan
memerintahkan untuk mencarinya ke seluruh wilayah Mediterania, dari Rhodes
hingga Athena.[16]
Dalam kaitannya dengan Bizantium,
yakni kekuasaan Roma, Aleksandria telah meberikan sejumlah sumbangan-sumbangan
pengetahuan sehingga melahirkan orang-orang hebat yang berasal dari kekuasaan
Romawi.
Roma menyerap dan memelihara
kebudayaan serta pendidikan Yunani dalam struktur politik yang menyebar dari
York di Britania sampai Alexandria di Mesir, dari Atlantik sampai daerah-daerah
Eufrat. Neoplatonisme yang menyatakan diri berasal dari beberapa segi spiritual
dalam ajaran Plato ini asal mulanya di Alexandria pada masa pemrintahan Romawi.
Para pemikir dan cendikiawannya yang terkemuka seperti Irenaeus, Origen dan
Clemens dari Alexandria, mengambil alih bahasa dan banyak gagasan filsafat
Yunani.[17]Pusat-pusat
besar tempat orang menuntut ilmu tersebar dimana-mana di
seluruh kekaisaran. Banyak diantara sekolah kenamaan
di zaman penyembahan para Dewa, termasuk sekolah Alexandria, Antiokhia, Beirut
dan Athena.
Di Alexandria yang juga merupakan
kota perdagangan secara tidak langsung perdagangan juga menimbulkan terjadinya
pertukaran kebudayaan dan sastra. Seperti dalam cerita percintaan antara
Cleopatra, ratu Mesir yang kira-kira masih berusia 18 tahun ketika ia naik
takhta. Tatkala itu Roma memang sering turut campur dalam urusan pemerintahan
Mesir. Maka terjadilah perebutan kekuasaan di tepi Sungai Tibet. Akhirnya
kemenangan ada di tangan Julius Caeser, dan tak lama kemudian Cleopatra telah
menjadi selir Ceaser sampai Ceaser dibunuh pada tahun 44 SM. Akhirnya, Cleopatra menanti pertarungan
kembali antara pewaris tahta selanjutnya, yakni anatara Antonius dan Augustus.
Cleopatra lebih memilih Antonius yang dianggap lebih tak terkalahkan
dibandingkan yang lainnya. Akan tetapi ternyata Antonius kalah. Menurut legenda
romantic, dalam keadaan hamper mati ia dibawa ke Cleopatra yang kemudian juga
bunuh diri dengan menekankan ular kobra pada dadanya. Begitulah menurut legenda
yang kemudian dijadikan dalam bentuk karya astra yang bagus.[18]
Pada abad ke-7 dan ke-9 pengajaran
di Bizantium mengalami masa suram Universitas di Athena ditutup oleh
Justinianus pada tahun 529 dan pada ketika itu sekolah-sekolah di Alexandria,
Antiokhia dan Beirut jatuh ke tangan orang Islam.
Untuk meningkatkan kualitas,
perpustakaan ini juga menjalin hubungan dengan perpustakaan lainnya. Salah satu
yang paling erat hubungannya adalah perpustakaan Pergamun di Yunani yang
dibangun oleh raja Eumenes II. Ilmuwan kedua perpustakaan saling bertukar ilmu
dan pemikiran. Banyak ilmuwan masyhur lahir dari Perpustakaan Alexandria, sebut
saja Archimedes, Euclidus atau Heron.
b) Perkembangan
Perdagangan di Alexandria
Gambar 2. Peta
Lokasi Aleksandria di pantai Laut Tengah[19]
Secara geografis, Kota Alexandria terletak pada posisi
yang sangat unik di salah satu tepi Laut Mediterania. Panjang pantainya sekitar
20 km. Demikian pula Iskandaria merupakan pelabuhan pertama di Mesir juga salah
satu dari tiga pelabuhan terpenting di perairan Laut Mediterania dan juga merupakan pelabuhan terbesar di kawasan Timur
Tengah. Berdasarkan hal tersebut Kota Alexandria pantas mendapat julukan
sebagai Puteri Laut Mediterania,Sejarah mencatat bahwa Alexandria yang diambil
dari nama Panglima Romawi “Alexander The Great” yang membangun kota ini- telah
menjadi ibukota Mesir sepanjang satu milenium.
Gerbang memasuki Istana Montazah,
Alexandria, yang kini menjadi salah satu obyek wisata yang paling digemari.
Kalau yang ini namanya Istana Salamlik salah satu Istana yang berada dikawasan
Montazah yang dibangun pada thn 1895 oleh Khedevi Abbas Hilmy Pasha.
Seperti tadi yang telah dikatakan di sub-sub bab
sebelumnya bahwa perdagangan juga membantu mobilitas keluar masuknya buku
(dalam lembar papyrus) untuk terjadi saling tukar-menukar hasil pemikiran. Dan
disitu dapat terlihat bahwa Alexsandria merupakan kota yang memang memiliki
multifungsi dalam berbagai segi peradaban manusia.
Dalam keterkaitannya dengan kekuasaan Romawi adalah
merupakan salah satu rute perdagangan yang dilewati berbagai pedagangjuga
termasuk pedagang dari Bizantium. Rute Niaga
Bizantium adalah menghubungkan tiga benua dengan jaringan jalan kafilah,
sungai, laut serta jalan lapis ala Roma. Kekaisaran hanya menguasai sebagaian
rute ini, namun para pedagang mengimpor barang produksi dari negeri jauh,
misalnya dari Eslandia, Ethiopia, Rusia Utara, Sri Lanka dan Cina. Bahkan pada
masa damai pun barang berpindah tangan sepanjang jalan. Rempah-rempah dari
Indonesia, misalnya, memerlukan perahu layar Persia, dan Abisinia untuk
mengangkutnya ke samudera Hindia, saudagar Bizantium ke laut Merah menuju
Jotabe serta Suez, kafilah ke Alexandria dan kapal untuk meyebrangi Laut
Tengah. [20]
Sedangkan
secara umum, rute perdagangan orang-orang Afrika juga melewati Alexsandria. Setelah
sampai di pantai pesisir Afrika Utara, barang-barang dagang dari Eropa diangkut
dengan keledai melewati tanah pesisir yang hija. Barisan keledai ini berkumpul
lagi di pelabuhan pedalaman-disepenjang batas Utara Sahara, mereka kembali
ke pantai dengan membawa barang-barang yang telah
diangkut daris elatan melintasi gurun.Hasil daerah pedalaman selatan yakni
emas, gading serta batu mulia, dikumpulkan di banteng-benteng pedagang.[21] Alexandria merupakan kota pelabuhan jalur
ekspor-impor barang dan dikenal juga sebagai kota pantai yang berjarak sekitar
224 Km dari Kairo.
c) Perkembangan
Agama di Alexandria
Agama
Kristen mula-mula masuk Mesir lewat kelompok-kelompok masyarakat Yahudi di
negeri itu selama abad pertama. Pada mulanya sasaran utma agama ini terutama
golongan yang tak terpelajara. Tetapi di Alexanderia, kota pusat intelektual di
Mesir, berkembanglah suatu kelompok pemikir Kristen yang membantu agama ini
dengan memberikan teologi sistematik. Dianataranya termasuk Klemens, yang
kelahiran Yunani serta Origenes dan Atanasius, keduanya kelahiran Mesir. Ketiga
orang tersebut termasuk Bapak Gereja yang paling berpengaruh di masa awal
tersebut.
Agama
Kristen di Alexandria adalah agama yang penuh pertentangan. Perdebatan Teologi
yang muncul pada abad ke-4 dan ke-5 menimbulkan kekerasan hebat. Dalam salah
satu perdebatan yang mempersoalkan Keilahian Kristus, rahib-rahib Mesir yang
kebanyakan berpikiran ekstrim dan buta huruf, berbondong-bondong dari kota
mepersoalakan ini dengan pentung dan tinju. Pada tahun 415 suatu gerombolan
orang-orang Kristen fanatic di Alexanderia menyerang Hypatia, seorang ahli
filsafata Neoplatonisme, dan menyempalkaki dan tangannya hingga terkelupas.
Hypatia terkenal karena kecantikan dan ilmunya.
Pada rahib
Mesir adalah pemula agama Kristen, para musafir kemudian menyebarkan bibiit
kehidupan membiara ini ke seluruh Eropa, mula-mula ke Konstantinopel, lalu
Romakemudian ke bagian lain Eropa.
Hubungan
yang sangat lama antara Mesir dengan alam pikiran Kristen berhenti mendadak
pada tahun 642, ketika pada Gurbernur yang mewakili kekuasaan Romawi Timur
diusir oleh orang Arab Muslim. Pada waktu itu, orang Arab Muslim sedang berada
dalam puncak penaklukkan besar-besaran yang menempatkan agama Islam menjadi
salah satu sainagan terpenting bagi agama Kristen.[22]
Di dalam
kawasan Mesir paling Utara tersebut telah menjadi saksi sejarah masuknya
peradaban Islam dan Romawi ribuan tahun silam.Pantainya menghadap ke Laut
Mediterania yang benar-benar memesona. Pasirnya putih kekuningan, khas padang
pasir Timur Tengah, berbaur dengan bebatuan yang menonjol di sana-sini.
Di ujung
paling barat terdapat Benteng Qait Bey, sultan Dinasti Mamluk yang berkuasa di
Mesir dan Syria 1468-1496 M, dan di ujung paling timur ada Taman Muntazah
seluas 155 hektare, tempat istana Raja Farouq. Raja Farouq adalah keturunan
terakhir Dinasti Muhammad Ali yang menjadi penguasa Mesir sejak abad ke-19.
Raja Farouq digulingkan lewat kudeta militer oleh Gamal Abdul Nasser yang
kemudian menggantikannya, sekaligus mengubah sistem kerajaan menjadi sistem
republik sejak 1953.Kudeta militer itu dilakukan karena Raja Farouq dikenal
sebagai raja yang suka ber-foya-foya dalam kemewahan dan dianggap menghabiskan
kekayaan negara untuk berbagai aktivitas pribadinya. Karena itu, dia pun
diasingkan ke Monako sampai meninggal. Karena kebiasaan makannya yang buruk, tubuhnya
sangat gemuk dengan bobot 140 kg. Dia meninggal di atas meja makan, saat jamuan
makan di Roma, Italia, pada usia 45 tahun.Asetnya yang sangat banyak dilelang
negara setelah dia meninggal. Istananya yang di Alexandria pun dialihkan
menjadi milik negara. Kini istana Raja Farouq digunakan sebagai tempat menerima
tamu-tamu kenegaraan Mesir. Arsitek bangunannya sangat menawan dan posisinya
strategis. Dari sini kita bisa melihat hamparan Laut Mediterania yang memesona.
Apalagi di sana terdapat jembatan peninggalan Raja Farouq, yang khusus dibangun
sebagai tempat untuk menikmatikawasan indah itu, lengkap dengan taman dan
gazebonya.Benteng Qait Bey adalah bangunan pertahanan yang didirikan Sultan
Qait Bey untuk menghadang gempuran pasukan Turki, Dinasti Usmani. Bangunannya
persis di pinggir laut, di bagian daratan yang menjorok.
Benteng itu
memang sangat strategis untuk menghadang pasukan yang datang dari bagian utara
lewat laut.Di dalamnya terdapat ruang-ruang perlindungan yang berlubang-lubang
untuk menyorongkan senjata laras panjang ataupun meriam, menembaki musuh yang
datang ketika mereka sudah berada dalam jarak jangkau tembakan. Itu sangat khas
peperangan abad pertengahan. Tentu benteng tersebut sekarang sudah tidak
berguna lagi karena bisa diserang dengan menggunakan pesawat terbang dengan
bom-bom yang dijatuhkan dari atasnya. Atau, lebih gawat lagi dengan menggunakan
peluru balistik yang memiliki daya jangkau ratusan sampai ribuan kilometer.
Karena itu, benteng tersebut menjadi kenangan masa lalu, dan kini menjadi
museum yang menyimpan sejarah. Serta tidak jauh dari tempat tersebut terdapat
bangunan seperti yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya yakni
Perpustakaan Alexsandria.
Itulah ibu kotaMesir pada zaman itu. Sekitar
seribu tahun Mesir berpusat di sana dan baru dipindahkan ke Kairo oleh Amru bin
Ash ketika Islam masuk ke Mesir pada 621 M. Iskandar Zulkarnaen-lah yang
mula-mula membangun kota tersebut dengan mendatangkan sejumlah arsitek dari
Yunani. Karena itu, selera Romawi kawasan tersebut sangat terasa dan masih
tampak pada berbagai bangunan peninggalannya. Termasuk gedung teater tempat adu
gladiator yang sempat saya kunjungi. Gedung itu merupakan tiruan Gedung
Collo-seum di Italia yang berbentuk setengah lingkaran dan kini sudah ambruk.
Menyusuri
kawasan wisata di Alexandria lebih lengkap dengan berziarah ke makam Luqman el
Hakim yang namanya diabadi-kan dalam Alquran sebagai nama surat ke-31. Dia
adalah "orang biasa" yang dipuji-puji oleh Alquran karena nasihatnya
yang bijak kepada anak-anaknya. Antara lain, harus berbakti dan memuliakan
orang tua serta hanya bertuhan kepada Allah.Juga ada Masjid Al Abbas Al Mursyi.
masjid berarsitektur unik dengan bentuk segi enam dan empat kubah yang
menjulang megah ke angkasa. Inilah masjid utama di Alexandria yang mengisi
langit kawasan wisata itu dengan seruan ibadah. Al Mursyi adalah guru tasawuf
Ibnu Athoillah, pengarang kitab Al Hikam yang banyak dibahas dan dipelajari
kalangan salaf di Indonesia.[23]
Oleh karena
itu, perkembangan agama di Alexandria merupakan proses kompleks, karena juga
diiringi pengaruh-pengaruh filsafat yang berkembang di kota yang mengutamakan
ilmu pengetahuan, sehingga usaha-usaha perkembangannya lebih pada tahap
spekulatif yakni menjurus pada Teologi masing-masing agama.
[1] Lionel Casson. Abad Besar Manusia: Mesir Kuno (Tira Pustaka, 1965)
hlm.11
[2] Ibid. hlm.12
[3] Dalam sumber lain disebut Fenensia.
[4] Daldjoeni. Geografi Kesejarahan (Alumni, 1982) hlm 52
[5] Op.cit
[6] Dalam sumber lain disamakan dengan Persia.
[7] Op.cit
[8] Bowra. Abad Besar Manusia: Yunani Klasik (Tira Pustaka, 1965)
hlm.152-153
[9] Ibid. hlm 160
[10] Lionel Casson. Abad Besar Manusia: Mesir Kuno (Tira Pustaka, 1965)
hlm.161
[11] Ibid. hlm.164
[12] Daldjoeni. Geografi Kesejarahan (Alumni, 1982) hlm 54
[13] Ibid. hlm.87-91
[14] Ibid. hlm. 161
[15] Gambar diambil dari Microsoft Encarta 2005
[16] Di posting dalam www.mayalestarigf.com
pada tanggal 25 November 2010 pukul 19.55
[17] Philip Sherrad. Abad Besar Manusia: Bizantium. (Tira Pustaka, 1965)
hlm. 11-16
[18] Lionel Casson. Abad Besar Manusia: Mesir Kuno (Tira Pustaka, 1965)
hlm.161-162
[19] Gambar diposting dari Microsoft
Encarta 2005.
[20] Ibid. hlm.32
[21] Basil Davidson. Abad Besar Manusia: Kerajaan-kerajaan Afrika. (Tira
Pustaka, 1965) hlm. 90-91
[22] Lionel Casson. Abad Besar Manusia: Mesir Kuno (Tira Pustaka, 1965)
hlm.164
[23] Diposting melalui e-mail agusmustofa63@yahoo.com merupakan
seorang Ekspedisi Nil pada bulan Ramadhan yang lalu.