Senin, 19 November 2012

“Alexandria: Kota Kuno Bukti Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Perdagangan serta Agama”



A.    Sejarah Kota Alexandria
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Alexandria terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai Negara Mesir secara singkat. Di kalangan negeri kuno pun Mesir adalah kuno. Mesir merupakan bangsa yang besar 1000 tahun sebelum orang Minos membangun istananya di Kreta, kira-kira 900 tahun sebelum orang Israel mengikuti Musa keluar dari perbudakan.[1] Kebangkitan Mesir ini disertai dengan mulai dikenalnya tulis-menulis, suatu prasyarat yang paling penting bagi pemerintahan terpusat yang sukses. Dengan demikian laporannya dapat dicatat, perintah dikeluarkan serta sejarah dituliskan. Pencipta saja, cerita, essay, dan kisah dapat memperkayakan karyanya pada papyrus dan bukan semata-mata pada ikatan saja. Kasusastraan Mesir lahirlah. Metode penghitungan pun mengikuti kemajuan tulisan.Dengan segala kekuasaan yang berpangkal pada satu sumber maka dapatlah tenaga manusia dihimpun untukmenjinakkan sungai Nil.[2] Oleh karena itu Mesir juga terkenal dengan teknologi pertaniannya yang sangat unggul. Hal ini juga karena adanya tekanan dari lingkungan geografisnya. Setelah 1100 SM peranan Mesir sebagai kekuatan politik yang besar mendekati akhirnya. Akibat perselisihan dalam negeri, Mesir terpecah belah dalam perbatasan wilayah yang tradisional.
Pada wangsa ke-26, terjadi perkembangan perdagangan di Negeri Mesir. Mesir telah menjadi negera pengekspor gandum terbesar di dunia.setelah itu berabad-abad tanaman pangan di sepanjang Nil menjadi unsure vital dalam persediaan makanan yang menghidupi daerah Laut Tengah. Penguasa lumbung ini secara politik menjadi kunci menguasai dunia,dan akibatnya serentetan Negara kuat saat itu berusaha menguasai Mesir.
Bangsa Mesir anehnya tak menjelajahi lautan tengah dimana bermuara sungai Nil. Pelayaran dan perdagangan diserahkan pada bangsa Funisia.[3] Selain bangsa Mesir tak tertarik oleh lautan, berbagai penemuan yang dilakukannya pun tak diberitahukan pada keturunannya. Lalu pada tahun sekitar 1700 SM lembah Nil tersebut diserbu oleh suku-suku gembala peradabnnya lebih rendah dari bangsa Mesir.[4]
Dengan harapan untuk memperbesar peranan Mesir sebagai perantara perdagangan antara Laut Tengah dan Timur Jauh, Firaun wangsa ke 26 mulai menggali terusan di dari Laut Merah ke Sungai Nil dengan tujuan menyediakan sumber air yang berkesinambungan bagi lalu lintas yang menguntungkan ini. Ia terpaksa mengurungkan proyek tersebut. Teknik yang tersedia padanya tidaklah memadai idenya yang cemerlang. Ia mencari proyek yang lain sehingga muncullah gagasan membuat jalur pelayaran mengitari Afrika. Ia memperlengkapi sebuah ekspedisi untuk mengetahui kelayakan jalur tersebut. Pelayaran ini sangat baik, tapi waktu yang diperlukan yakni 3 tahun, tentulah tidak membesarkan hati, dunia harus menunggu Vasco da Gama membuka jalur yang sepenuhnya lewat laut menuju perairan Timur Tengah pada abad ke 15.
Penggunaan pelaut Fenensia merupakan kekhasan wangsa ke 26 yang mengandalkan banyak orang-orang asing untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan penting. Bahkan orang Fenensia melakukan penjelajahan Mesir. Selama pemerintah wangsa ke 26 Mesir mengalami masa-masa kemerdekaan yang merupakan masa terakhir. [5]
Pada tahun 525 SM Mesir menjadi bagian dari Kerajaan Parsi.[6] Dalam penjelajahan ini dibuktikan semangat kemerdekaannya yang kuat. Ini dibuktikan dengan berbagai pemberontakan yang lebih mengekspresikan tentang cinta kebebasan daripada kebencian terhadap musuh yang meremehkan agamanya. Kemudian sekali, raja Yunani Alexander Agung setelah mengalahkan raja Parsi yang menguasai lembah sungai Nil,menegakkan kembali kedaulatan di Negeri Mesir. Di samping itu, tata kerjanya juga menghormati kepercayaan orang Mesir. Sesudah itu baru datang dinasti Ptolomeus yang memajukan kesejahteraan Mesir tersebut.[7]
Alexander merupakan tokoh penting dalam sejarah kota Alexandria itu sendiri. Alexander merupakan penguasa Yunani yang sangat terkenal karena ekspansi wilayahnya yang hampir dapat mempersatukan seluruh dunia dalam satu kekuasaan Yunani Kuno.  Alexander merupakan putra Filipus dari Makodonia. Filipus merupakan penguasa yang bijaksana dan lebih mantap dibandingkan dengan penguasa sebelumnya.
Pada tahun 336 SM Filipus mangkat dan digantikan oleh putranya Alexander. Ketika Alexander naik takta pada umur 20 tahun, kekuasaan Makedonia sudah begitu mantap dan ekspansi Filipus sudah cukup berkembang sehingga sang raja muda mencita-citakan persatuan dunia tersebut tinggal meneruskan saja apa yang sudah dicapai oleh ayahnya. Ia berbuat demikian tetapi dengan caranya sendiri. Meskipun Alexander menguasai dan mewarisi kemampuan ayahnya untuk berorganisasi ia mempunyai hubungan yang sama sekali berbeda. Filipus selalu berhati-hati, sabar dan kerap kali berbelit-belit, ia tidak pernah bertindak tanpa perencanaan. Alexander, seorang yang keras kepala, sering membereskan masalah dengan langsung bertindak. Dengan keputusan yang dijatuhkan dengan cepat, ia mengambil resiko yang luar biasa. Hanya kemauan dan kekuatannya mengatasi resiko-resiko tersebut. Dalam waktu satu tahun setelah naik takhta, Alexander memperluas wilayahnya ke Utara sampai dengan Sungai Donou dan sampai ke Barat yakni Laut Adiartik. Lalu ia mengarahkan perhatiannya ke Tanah Yunani, di Thebes dan Athena sampai keluar Liga. Alexander sampai memadamkan pemberontakan di Thebes pada tahun 335 SM.[8] Alexander dengan teguh membangun Makodonia atas Negara-negara kota Yunani, memasuki Mesir pada tahun 332 SM dengan pertempuran yang berakhir dengan hancurnya imperium Persia. Dengan mengikuti siasat damai yang digunakan Yunani sebelumnya,ia tetap mempertahankan system pemerintahan Mesir, tetapi kekuasaan tertinggi dipegangnya sendiri dengan ketat dalam bidang militer dan keuangan.
Agar urusan kerajaan besar itu jalan terus, Alexander membiarkan banyak kebiasaan adat dan agama setempat. Sampai batas tertentu Alexander bahkan membiarkan setiap Negara mempertahankan lembaga kebangsaannya. Dalam pada itu, ia juga memasukkan sejumlah gagasan Yunani. Yang paling penting adalah gagasan Negara Kota Yunani. Ia murah memebrikan namanya dan diantara kota-kota yang terdiri terdapat tidak kurang dari 16 Alexanderia. Kebanyakan kota-kota ini dibangu dari dasar-dasarnya. Yang pertama dan paling mahsyur diantaranya adalah kota Mesir, yang selang seabad kemudian, berkembang menjadi pusat dunia Yunani.[9]
Sungguhpun penakluk yang masih muda ini hanya tinggal sementara di Mesir ia mengumumkan pendirian kota baru di ujung Barat Mesir, Alexanderia. Alexanderia akan menjadi sangat menonjol sebagai pusat dagang dan pusat intelektual daerah laut Tengah bagian Timur. Kelak kota ini akan menjadi tempat pertemuan agama Kristen dengan agama penyembah Dewa dan dengan demikian memberikan sumbangan mendalam bagi teologi Kristen
Ketika Alexander mangkat pada tahun 323 SM,  Dengan kematian Alexander susunan politik negaranya hampir seketika runtuh. Daerah-daerah yang sudah direbutnya di India kembali pada pemerintahan mereka masing-masing dan panglima-panglima Alexander yang segera membagi sisa-sisa kekuasaan Negara. Ptomoleus sendiri kemudian memdirikan wangsa Ptomoleus si Mesir. Alexander sebagai komandan lapangan yang terpercaya. Ia mendirikan wangsa yang akan bertahan selama hampir 300 tahun sampai tahun 30 SM. Inilah tahun termahsyur ketika Cleopatra, penguasa terakhir dalam wangsa Ptolemous, melekatkan seekor kobra ke dadanya.[10]
 Ketika Alexander sendiri sudah mangkat, ia sudah menjadi tokoh legenda yang penuh khayalan. Kisah hidupnya diceritakan diseluruh dunia kediaman manusia. Luas lingkup keanekaragaman kekuasaan raja hampir tidak ada bandingannya. Kini ada 80 lebih macam cerita yang ditulis dalam 24 bahasa mulai Inggris sampai Indonesia. Sebagai Iskandar “yang bertanduk dua” ia merupakan salah seorang pahlawan Islam yang terkenal dan masih menjadi bagian cerita masyarakat Isla. Ketika Napoleon menyerbu Mesir, suku-suku Badui menyangka bahwa Napoleon adalah Iskandar/Alexander yang kedua.[11] Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa Alexander memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan kota kuno Alexandria. Untuk perkembangan kota kuno Alexandria akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikutnya.

B.     Perkembangan Kota Alexandria
Alexandria terletak di Laut Tengah dan merupakan salah satu kota di Negara Mesir. Kota ini dulunya merupakan ibukota Negara Mesir sebelum kota Kairo dikuasai oleh Islam.  Untuk membahas Alexandria lebih mendalam disini akan dipaparkan mengenai lokasi kota ini yakni sebagai pantai Laut Tengah.
Laut tengah dalam sejarah kuno merupakan laut dunia dimana bertemu tiga benua yakni Asia, Afrika dan Eropa.Kontak antar bangsa berlangsungnya melalui perniagaan sejak zaman kuno sehingga bersama itu terjadi penukaran peradaban pula.[12]
Berdasarkan tulisan kuno baik Yunani maupun Romawi, hutan di zaman dulu lebih banyak dari sekarang. Adanya proses pengeringan yang berlangsung dari abad ke abad dan merajelalanya erosi dijelaskan oleh ahli-ahli sekarang, karena pengembalaan yang salah. Wilayah di sekitar Laut Tengah merupakan gudang pangan bagi dirinya sendiri. Juga lautnya penuh ikan memperkaya protein dalam pangan penduduknya. Dari utara ke Selatan berderetlah beberapa bukit kapur sehingga terbentuk lembah-lembah sempit. Hanya di situlah terdapat vegetasi yang cukup lebat sedang di punggung-pungung bukit itu alamnya serba miskin. Pantai-pantai negeri Yunani begitu berkelok-kelok sehingga melahirkan banyak teluk dengan pelabuhan-pelabuhan alam yang baik untuk pelayaran dan perniagaan, Sangat mungkin bahwa sikap optimis dan watak perianag pada orang Yunani kunoadalah pengaruh iklim Laut Tengah yang segar. Juga terdapat tambang emas dan besi yang menawarkan cukup pekerjaan bagi penduduk sebagai imbangan terhadap ketandusan tanah disana yang menghambat setiap usaha pertanian kecil-kecilan dan perkebunan buah-buahan. Kepincangan agraris yang mendapatkan kompensasinya berupa perdagangan laut dengan luar negeri. Kesulitan dalam bidang transportasi dan komunikasi antara bagian-bagian dalam negeri Yunani telah meniadakan kemungkinan  berdirinya suatu negera serikat. Ketandusan tanah telah mendorong semangat orang Yunani untuk menjadi pedagang dan kolonis di dunia kuno di sekitar Laut Tengah.[13]
Sementara itu kota pelabuhan Alexandria dijadikan pusat perniagaan, ilmu pengetahuan dan filsafat. Berbagai jenis bangsa bertemu disitu dan bertukar aneka unsure kebudayaan. Keadaan diatas berlangsung terus sampai tahun 31 masehi. ketikaMesir ditaklukkan oleh kerajaan Romawi yang wilayahnya meliputi seluruh negeri yang beradab di sekeliling Laut Tengah yang merupakan lautan dunia pada masa itu.

a)      Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Alexandria
Suatu kebudayaan Helenis berkembang subur di Alexandria, sebuah kota yang perpusatakaannya terkenal di deluruh negeri kuno. Di Alexanderia berkumpullah para ilmuwan, penyair, seniman dan sarjana terkemuka di dunia dan meskipun tujuan pokok mereka meningkatakan pamor istana raja, namun berkat mereka muncul kesarjanaan sebagaimana dikenal di Barat. Di kota itulah Euklidas menulis karyanya unsure-unsur disanalah Erastostenes menghitung lingkar bumi dan dokter Herofilus mempelopori telaah anatomi.[14]
Alexandria sangat dikenal dengan perpustakaannya yang sangat megah di zamannya, bahkan jika dibandingkan dengan saat ini perpustakaan Alexandria kuno tidak ada bandingannya. Untuk itu akan dibahas lebih lanjut mengenai perpustakaan yang terkenal tersebut.
Gambar 1. Library Of Alexandria[15]
Keberadaan perpustakaan besar ini diketahui pertama kali dari inskripsi yang ditulis Tiberius Claudius Balbilus dari Roma (56 SM). Ia menyebutkan sebuah perpustakaan yang sangat besar telah dibangun di Alexandria. Perpustakaan kerajaan itu diperkirakan dibangun pada awal abad ke-3 SM oleh Ptolemy II (ada juga yang menyebut dibangun tahun 283SM oleh Ptolomeus I Soter). Perpustakaan ini dibangun untuk menarik orang-orang bijak dari berbagai belahan dunia agar datang ke Mesir. Sang raja konon sangat ingin membawa Mesir menuju peradaban yang tinggi. Untuk itu ia memerintahkan agar menyalin seluruh buku di dunia untuk menjadi koleksi perpustakaan ini, agar seluruh masyarakat bisa belajar berbagai pengetahuan dan hikmah.
Pada masa itu, pelabuhan Alexandria sangat ramai dikunjungi berbagai kapal. Umumnya awak-awak kapal itu selalu membawa buku untuk menemani perjalanan. Ketika kapal berlabuh, para pemuka kota mengunjungi awak kapal, meminjam buku mereka dan menyalin isinya. Salinan ini ditulis di atas gulungan kertas papirus, lalu diletakkan di perpustakaan. Sebelum menjadi koleksi umumnya salinan ini diperiksa lebih dulu oleh para editor perpustakaan. Beberapa editor terkenal adalah Zenodotus dari Ephesus (akhir abad 3 SM), Aristophanes dari Byzantium (awal abad 2 SM), Aristarchus dari Samothrace (pertengahan abad 2 SM), dan Didymus Chalcenterus (abad 1 SM), ahli tata bahasa.
Bila dilihat dari asal daerah para editor ini bisa kita simpulkan bahwa perpustakaan Alexandria memiliki reputasi sangat tinggi karena mampu menarik banyak orang pandai dari berbagai belahan dunia. Terbukti banyak orang non Mesir yang bersedia menjadi editor alias kepala perpustakaan. Hal ini dimungkinkan karena penguasa memang memosisikan Alexandria sebagai kota intelektual. Di sini banyak diselenggarakan berbagai pertemuan intelektual, tempat orang-orang bertukar pikiran mengenai sejarah, filsafat, sastra, ilmu eksakta, dll.
Sejarah awal didirikan pustaka ini yakni atas usulan Alexander kepada Ptolemi I (323-284 SM.) dibangunlah sebuah pusat pengembangan ilmu pengetahuan, plus pustaka yang mengoleksi berbagai buku dan diberi nama Mouseion, berasal dari bahasa Yunani yang brrarti tempat ibadah seluruh Tuhan ilmu pengetahuan dan seni. Ditunjuklah Demitrius Phalereus sebagai pengawas merangkap direktur Mouseion. Selain mengolesi buku-buku berbahasa Yunani, maktabah ini dulunya juga menimpan berbagai manuskrip mesir kuno dan Venekia, juga sebagian kitab Hindu dan Budha. Bukti lain keseriusanmereka dalam penerjamahan . Ini terlihat dari upaya menglih bahasakan jitab Taurat yang dikenal terjemahannya menjadi Septuagint (Sab’iniyyat). Dalam salah satu manuskripAristhopanes yang terdapat di pustakanya, Colligio Romano di kota Roma, dikisahkan awal berdirinya dua pustaka Alexandria ini; satu di dalam Istana (Pustaka Mouseion) dan satunya di luar Istana (pustaka Sarabeum). Kalimakhus, yang paling berjasa dalam memperkenalkan system katalogisasi perpustakaan. Merupakan seorang pujangga abad 3 SM. Jasanya terbesar dalam sejarah menyusun bukunya yang terkenal, Pinakes, berupa daftar isi (fihris/sijill) nama-nama buku yang terdapat di perpustakaan AlexandriaBibliotheca Alexandrina adalah maktabah terbesar dan terluas di Timur Tengah dan Africa pasca keruntuhan Pusat hazanah islam di Bagdad Iraq. Sekarang sebuah organisasi yang menangani perkembangan maktabah ini meluncurkan lima progam atau proyek besarnya sebagai promosi pendukung kegiatan maktabah. Salah satunya menyediakan fasilitas informasi dan komunikasi di bidang tehnologi.
Perpustakaan ini memiliki 700.000 koleksi buku. Semua buku ini disusun menurut temanya. Beberapa koleksinya yang berharga adalah: Homer, Hesiod, Sappho, Apollonius, Theocritus, dan Aratos, untuk kategori syair. Sophocles, Euripides, dan Aristophanes untuk kategori drama. Buku-buku filsafat Plato, Aristoteles, Philon. Buku-buku Hecataeus, Herodotus, Hecataeus dari Abdera untuk kategori sejarah. Juga ada buku-buku fisika seperti bukunya Archimedes, Hipparchus dan Hypatia. Buku-buku kedokteran juga ada, di antaranya Medicine Corpus of Hippocrates, dan Herophilus (anatomi). Disebutkan, satu-satunya salinan Undang-undang Roma Purba yang ditulis 700 tahun sebelum kelahiran Isa, juga dikoleksi di sini. Selain mengoleksi buku-buku, perpustakaan ini juga berkerja keras untuk membuat sejarah Mesir lengkap. Bahkan usaha ini melibatkan banyak sejarahwan dari berbagai negara. Diodorus, sejarahwan terkenal masa silam merekam usaha itu dalam laporannya yang berbunyi, "Bukan hanya pemuka Mesir saja yang bekerja keras menyusun sejarah Mesir, tapi juga orang-orang Yunani yang berasal dari tempat-tempat jauh seperti Thebes. Di bawah pengarahan Ptolemy dari Lagos mereka bekerja sangat cermat."  Diketahui beberapa di antara sejarahwan Yunani yang dimaksud itu adalah Manethon dan Hecataeus dari Abdera.
Hal yang disayangkan adalah kemegahan perpustakaan besar ini berkali-kali dihantam nasib buruk. Diketahui ada tiga kejadian yang merusak perpustakaan ini. Pertama, menurut dokumen berjudul Kronik Perang Alexandria karya Titus Livius, kaisar Roma, Julius Caesar memerintahkan untuk membakar gedung itu dalam perang melawan Ptolomeus. Kebakaran itu memusnahkan sebagian naskah berharga. Saat kebakaran, hampir seluruh warga kota turun tangan memadamkan api. Kedua, penyerangan yang dilakukan oleh bangsa Aurelian sekitar abad 3 SM. Ketiga, kerusuhan yang terjadi akibat jatuhnya Theophilus. Pada 300 M, perpustakaan ini akhirnya berhenti berdenyut. Tak ada lagi perpustakaan yang sebanding dengannya hingga tongkat ilmu pengetahuan beralih ke tangan muslim pada abad ke-7 M. Kaum muslim kemudian membangun perpustakaan besar pula, bernama Dar al 'ilm.
Karena reputasinya yang luar biasa di masa lalu, pemerintah Mesir kemudian membangun kembali perpustakaan Alexandria. Pembangunan ini memakan biaya 230 juta dolar Amerika. Dananya diperoleh secara patungan. Diantara donatur adalah Arab Saudi yang menyumbang 65 juta dolar, dan Norwegia 3,44 juta dolar .
Perpustakan baru ini dibangun di dekat lokasi perpustakaan lama, kota Alexandria. Diresmikan oleh Presiden Mesir Husni Mubarak tahun 2002. Perpustakaan besar ini mampu menampung delapan juta buku. Direktur Perpustakaan Alexandria Ismail Serageldin, pada peresmian perpustakan bertekad akan mengembangkan perpustakaan ini sebagai pusat belajar untuk sains dan teknologi, ilmu humaniora, seni dan kebudayaan serta pembangunan.
Editor alias Kepala Perpustakaan Alexandria merupakan jabatan sangat bergengsi di masa dulu. Tak sembarang orang bisa menduduki jabatan ini. Fit and proper tesnya sangat ketat. Karena itulah, meski perpustakaan ini ada di Mesir, namun kepala perpustakaannya tak mesti orang Mesir pula. Orang non Mesir boleh menduduki jabatan ini asal lolos seleksi. Pmailis, salah satu editor terkenal itu adalah Erasthostenes (270-190 SM). Ia merupakan filosof, ahli matematika dan astronom dari Yunani. Hidup di zaman Kaisar Ptolemeus III, 236 SM. Ia dikenal sebagai orang yang suka belajar. Selama menjabat sebagai kepala perpustakaan, ia berhasil mengembangkan metode mencari bilangan prima dan metode pengukuran keliling bumi. Ia banyak mengamati berbagai kejadian sederhana di bumi, berdasarkan pengamatannya ia tahu bumi itu bulat. Beberapa bentuk pengamatannya adalah: setiap tanggal 21 Juni, semua dasar sumur di Shina (Aswan) pinggiran sungai Nil terkena cahaya matahari, artinya matahari benar-benar tegak lurus. Pada tanggal yang sama di Alexandria, ia melihat tugu-tugu membentuk bayangan karena sinar matahari. Dari kejadian tersebut Erathostenes percaya bumi berbentuk bulat dan beranggapan kota Alexandria dan dan Shina berada pada meridian yang sama. Lelaki cerdas yang lahir di Syrene pada 275 SM ini merupakan murid yang banyak mencuri perhatian guru selama belajar di Alexandria dan Athena, Yunani. Meskipun ia dilanda kebutaan sekitar tahun 195 SM, ia tetap gigih mempelajari ilmu dan menyebarkannya pada khalayak luas.
Pembangunan kembali Perpustakaan Alexandria yang runtuh ibarat pepatah 'cinta lama bersemi kembali.' Banyak pihak yang bersuka cita menyambut rencana pemerintah Mesir membangun kembali kejayaan perpustakaan megah itu. Bahkan Suzanne Mubarak, istri Presiden Husni Mubarak sampai melakukan presentasi di Museum British London untuk meminta bantuan. Usahanya itu mendapat sambutan hangat. Banyak pihak mengulurkan bantuannya. Donatur datang dari Arab Saudi yang menyumbang 65 juta dolar hingga Norwegia 3,44 juta dolar (dalam bentuk mebel).
Perpustakaan berbiaya 230 juta dolar Amerika itu berbentuk unik. Bangunannya menyerupai silinder, dengan banyak jendela. Dinding bagian Selatan dihias potongan batu granit. Permukaan bebatuan yang tidak rata, ditulisi simbol huruf seluruh dunia. karena letaknya di tepi laut Mediterania, bila malam tiba, kesan dramatis muncul dari permukaan air yang memantulkan cahaya lampu jalan yang berwarna keemasan. Konon, bangunan yang dirancang oleh kantor arsitek Snohetta, Norwegia ini mendekati bentuk aslinya.
Ruang utama perpustakaan sangat luas. Berbentuk setengah lingkaran dengan diameter 160 m, mampu menampung hingga 2.500 orang (aslinya, Perpustakaan Alexandria lama bisa menampung hingga 5.000 orang).Gedung ini memiliki tujuh lantai, 37 m di atas tanah dan 15,8 m di bawah tanah. Rak-rak buku berjajar dalam ruangan besar, seukuran empat kali lapangan bola. Disebutkan, perpustakaan ini mampu menampung 8 juta buku. Perpustakaan Alexandria memiliki banyak koleksi berharga. Di antaranya 5.000 koleksi penting berupa manuskrip klasik tentang aneka pengetahuan dari abad 10 M-18 M. Juga ada catatan penting Napoleon berjudul Description de'lEgypte, yang menceritakan peristiwa Prancis menyerbu kota Alexandria.
Gedung ini diresmikan Presiden Mesir Husni Mubarak tahun 2002. Direktur Perpustakaan Alexandria Ismail Serageldin, pada peresmian perpustakaan bertekad akan mengembangkan perpustakaan ini sebagai pusat belajar untuk sains dan teknologi, ilmu humaniora, seni dan kebudayaan serta pembangunan
Meskipun perpustakaan Alexandria di bangun pada masa Ptolemy I Soter, namun pada masa Ptolemy III Eurgetes lah perpustakaan ini berkembang pesat. Ia merupakan generasi ketiga Dinasti Ptolemaic yang memerintah Mesir. Ptolemy III Eurgetes merupakan putra Ptolemy II Philadelphus, naik tahta setelah ayahnya meninggal tahun 246 SM.
Di bawah pemerintahannya, koleksi perpustakaan Alexandria meningkat pesat. Seluruh pendatang baru Alexandria diwajibkan memberikan beberapa buah buku pada perpustakaan untuk diperbanyak. Ptolemy III Eurgetes juga memerintahkan untuk mencari perangkat yang bisa mendukung segenap aktivitas perpustakaan. Demi mendapat yang terbaik, ia bahkan memerintahkan untuk mencarinya ke seluruh wilayah Mediterania, dari Rhodes hingga Athena.[16]
Dalam kaitannya dengan Bizantium, yakni kekuasaan Roma, Aleksandria telah meberikan sejumlah sumbangan-sumbangan pengetahuan sehingga melahirkan orang-orang hebat yang berasal dari kekuasaan Romawi.
Roma menyerap dan memelihara kebudayaan serta pendidikan Yunani dalam struktur politik yang menyebar dari York di Britania sampai Alexandria di Mesir, dari Atlantik sampai daerah-daerah Eufrat. Neoplatonisme yang menyatakan diri berasal dari beberapa segi spiritual dalam ajaran Plato ini asal mulanya di Alexandria pada masa pemrintahan Romawi. Para pemikir dan cendikiawannya yang terkemuka seperti Irenaeus, Origen dan Clemens dari Alexandria, mengambil alih bahasa dan banyak gagasan filsafat Yunani.[17]Pusat-pusat besar tempat orang menuntut ilmu tersebar dimana-mana di seluruh kekaisaran. Banyak diantara sekolah kenamaan di zaman penyembahan para Dewa, termasuk sekolah Alexandria, Antiokhia, Beirut dan Athena.
Di Alexandria yang juga merupakan kota perdagangan secara tidak langsung perdagangan juga menimbulkan terjadinya pertukaran kebudayaan dan sastra. Seperti dalam cerita percintaan antara Cleopatra, ratu Mesir yang kira-kira masih berusia 18 tahun ketika ia naik takhta. Tatkala itu Roma memang sering turut campur dalam urusan pemerintahan Mesir. Maka terjadilah perebutan kekuasaan di tepi Sungai Tibet. Akhirnya kemenangan ada di tangan Julius Caeser, dan tak lama kemudian Cleopatra telah menjadi selir Ceaser sampai Ceaser dibunuh pada tahun 44 SM.  Akhirnya, Cleopatra menanti pertarungan kembali antara pewaris tahta selanjutnya, yakni anatara Antonius dan Augustus. Cleopatra lebih memilih Antonius yang dianggap lebih tak terkalahkan dibandingkan yang lainnya. Akan tetapi ternyata Antonius kalah. Menurut legenda romantic, dalam keadaan hamper mati ia dibawa ke Cleopatra yang kemudian juga bunuh diri dengan menekankan ular kobra pada dadanya. Begitulah menurut legenda yang kemudian dijadikan dalam bentuk karya astra yang bagus.[18]
Pada abad ke-7 dan ke-9 pengajaran di Bizantium mengalami masa suram Universitas di Athena ditutup oleh Justinianus pada tahun 529 dan pada ketika itu sekolah-sekolah di Alexandria, Antiokhia dan Beirut jatuh ke tangan orang Islam.
Untuk meningkatkan kualitas, perpustakaan ini juga menjalin hubungan dengan perpustakaan lainnya. Salah satu yang paling erat hubungannya adalah perpustakaan Pergamun di Yunani yang dibangun oleh raja Eumenes II. Ilmuwan kedua perpustakaan saling bertukar ilmu dan pemikiran. Banyak ilmuwan masyhur lahir dari Perpustakaan Alexandria, sebut saja Archimedes, Euclidus atau Heron.
b)      Perkembangan Perdagangan di Alexandria
Gambar 2. Peta Lokasi Aleksandria di pantai Laut Tengah[19]
Secara geografis, Kota Alexandria terletak pada posisi yang sangat unik di salah satu tepi Laut Mediterania. Panjang pantainya sekitar 20 km. Demikian pula Iskandaria merupakan pelabuhan pertama di Mesir juga salah satu dari tiga pelabuhan terpenting di perairan Laut Mediterania dan juga  merupakan pelabuhan terbesar di kawasan Timur Tengah. Berdasarkan hal tersebut Kota Alexandria pantas mendapat julukan sebagai Puteri Laut Mediterania,Sejarah mencatat bahwa Alexandria yang diambil dari nama Panglima Romawi “Alexander The Great” yang membangun kota ini- telah menjadi ibukota Mesir sepanjang satu milenium.  Gerbang  memasuki Istana Montazah, Alexandria, yang kini menjadi salah satu obyek wisata yang paling digemari. Kalau yang ini namanya Istana Salamlik salah satu Istana yang berada dikawasan Montazah yang dibangun pada thn 1895 oleh Khedevi Abbas Hilmy Pasha.
Seperti tadi yang telah dikatakan di sub-sub bab sebelumnya bahwa perdagangan juga membantu mobilitas keluar masuknya buku (dalam lembar papyrus) untuk terjadi saling tukar-menukar hasil pemikiran. Dan disitu dapat terlihat bahwa Alexsandria merupakan kota yang memang memiliki multifungsi dalam berbagai segi peradaban manusia.
Dalam keterkaitannya dengan kekuasaan Romawi adalah merupakan salah satu rute perdagangan yang dilewati berbagai pedagangjuga termasuk pedagang dari Bizantium. Rute Niaga Bizantium adalah menghubungkan tiga benua dengan jaringan jalan kafilah, sungai, laut serta jalan lapis ala Roma. Kekaisaran hanya menguasai sebagaian rute ini, namun para pedagang mengimpor barang produksi dari negeri jauh, misalnya dari Eslandia, Ethiopia, Rusia Utara, Sri Lanka dan Cina. Bahkan pada masa damai pun barang berpindah tangan sepanjang jalan. Rempah-rempah dari Indonesia, misalnya, memerlukan perahu layar Persia, dan Abisinia untuk mengangkutnya ke samudera Hindia, saudagar Bizantium ke laut Merah menuju Jotabe serta Suez, kafilah ke Alexandria dan kapal untuk meyebrangi Laut Tengah. [20]
Sedangkan secara umum, rute perdagangan orang-orang Afrika juga melewati Alexsandria. Setelah sampai di pantai pesisir Afrika Utara, barang-barang dagang dari Eropa diangkut dengan keledai melewati tanah pesisir yang hija. Barisan keledai ini berkumpul lagi di pelabuhan pedalaman-disepenjang batas Utara Sahara, mereka kembali ke pantai dengan membawa barang-barang yang telah diangkut daris elatan melintasi gurun.Hasil daerah pedalaman selatan yakni emas, gading serta batu mulia, dikumpulkan di banteng-benteng pedagang.[21]  Alexandria merupakan kota pelabuhan jalur ekspor-impor barang dan dikenal juga sebagai kota pantai yang berjarak sekitar 224 Km dari Kairo.
c)      Perkembangan Agama di Alexandria
Agama Kristen mula-mula masuk Mesir lewat kelompok-kelompok masyarakat Yahudi di negeri itu selama abad pertama. Pada mulanya sasaran utma agama ini terutama golongan yang tak terpelajara. Tetapi di Alexanderia, kota pusat intelektual di Mesir, berkembanglah suatu kelompok pemikir Kristen yang membantu agama ini dengan memberikan teologi sistematik. Dianataranya termasuk Klemens, yang kelahiran Yunani serta Origenes dan Atanasius, keduanya kelahiran Mesir. Ketiga orang tersebut termasuk Bapak Gereja yang paling berpengaruh di masa awal tersebut.
Agama Kristen di Alexandria adalah agama yang penuh pertentangan. Perdebatan Teologi yang muncul pada abad ke-4 dan ke-5 menimbulkan kekerasan hebat. Dalam salah satu perdebatan yang mempersoalkan Keilahian Kristus, rahib-rahib Mesir yang kebanyakan berpikiran ekstrim dan buta huruf, berbondong-bondong dari kota mepersoalakan ini dengan pentung dan tinju. Pada tahun 415 suatu gerombolan orang-orang Kristen fanatic di Alexanderia menyerang Hypatia, seorang ahli filsafata Neoplatonisme, dan menyempalkaki dan tangannya hingga terkelupas. Hypatia terkenal karena kecantikan dan ilmunya.
Pada rahib Mesir adalah pemula agama Kristen, para musafir kemudian menyebarkan bibiit kehidupan membiara ini ke seluruh Eropa, mula-mula ke Konstantinopel, lalu Romakemudian ke bagian lain Eropa.
Hubungan yang sangat lama antara Mesir dengan alam pikiran Kristen berhenti mendadak pada tahun 642, ketika pada Gurbernur yang mewakili kekuasaan Romawi Timur diusir oleh orang Arab Muslim. Pada waktu itu, orang Arab Muslim sedang berada dalam puncak penaklukkan besar-besaran yang menempatkan agama Islam menjadi salah satu sainagan terpenting bagi agama Kristen.[22]
Di dalam kawasan Mesir paling Utara tersebut telah menjadi saksi sejarah masuknya peradaban Islam dan Romawi ribuan tahun silam.Pantainya menghadap ke Laut Mediterania yang benar-benar memesona. Pasirnya putih kekuningan, khas padang pasir Timur Tengah, berbaur dengan bebatuan yang menonjol di sana-sini.
Di ujung paling barat terdapat Benteng Qait Bey, sultan Dinasti Mamluk yang berkuasa di Mesir dan Syria 1468-1496 M, dan di ujung paling timur ada Taman Muntazah seluas 155 hektare, tempat istana Raja Farouq. Raja Farouq adalah keturunan terakhir Dinasti Muhammad Ali yang menjadi penguasa Mesir sejak abad ke-19. Raja Farouq digulingkan lewat kudeta militer oleh Gamal Abdul Nasser yang kemudian menggantikannya, sekaligus mengubah sistem kerajaan menjadi sistem republik sejak 1953.Kudeta militer itu dilakukan karena Raja Farouq dikenal sebagai raja yang suka ber-foya-foya dalam kemewahan dan dianggap menghabiskan kekayaan negara untuk berbagai aktivitas pribadinya. Karena itu, dia pun diasingkan ke Monako sampai meninggal. Karena kebiasaan makannya yang buruk, tubuhnya sangat gemuk dengan bobot 140 kg. Dia meninggal di atas meja makan, saat jamuan makan di Roma, Italia, pada usia 45 tahun.Asetnya yang sangat banyak dilelang negara setelah dia meninggal. Istananya yang di Alexandria pun dialihkan menjadi milik negara. Kini istana Raja Farouq digunakan sebagai tempat menerima tamu-tamu kenegaraan Mesir. Arsitek bangunannya sangat menawan dan posisinya strategis. Dari sini kita bisa melihat hamparan Laut Mediterania yang memesona. Apalagi di sana terdapat jembatan peninggalan Raja Farouq, yang khusus dibangun sebagai tempat untuk menikmatikawasan indah itu, lengkap dengan taman dan gazebonya.Benteng Qait Bey adalah bangunan pertahanan yang didirikan Sultan Qait Bey untuk menghadang gempuran pasukan Turki, Dinasti Usmani. Bangunannya persis di pinggir laut, di bagian daratan yang menjorok.
Benteng itu memang sangat strategis untuk menghadang pasukan yang datang dari bagian utara lewat laut.Di dalamnya terdapat ruang-ruang perlindungan yang berlubang-lubang untuk menyorongkan senjata laras panjang ataupun meriam, menembaki musuh yang datang ketika mereka sudah berada dalam jarak jangkau tembakan. Itu sangat khas peperangan abad pertengahan. Tentu benteng tersebut sekarang sudah tidak berguna lagi karena bisa diserang dengan menggunakan pesawat terbang dengan bom-bom yang dijatuhkan dari atasnya. Atau, lebih gawat lagi dengan menggunakan peluru balistik yang memiliki daya jangkau ratusan sampai ribuan kilometer. Karena itu, benteng tersebut menjadi kenangan masa lalu, dan kini menjadi museum yang menyimpan sejarah. Serta tidak jauh dari tempat tersebut terdapat bangunan seperti yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya yakni Perpustakaan Alexsandria.
 Itulah ibu kotaMesir pada zaman itu. Sekitar seribu tahun Mesir berpusat di sana dan baru dipindahkan ke Kairo oleh Amru bin Ash ketika Islam masuk ke Mesir pada 621 M. Iskandar Zulkarnaen-lah yang mula-mula membangun kota tersebut dengan mendatangkan sejumlah arsitek dari Yunani. Karena itu, selera Romawi kawasan tersebut sangat terasa dan masih tampak pada berbagai bangunan peninggalannya. Termasuk gedung teater tempat adu gladiator yang sempat saya kunjungi. Gedung itu merupakan tiruan Gedung Collo-seum di Italia yang berbentuk setengah lingkaran dan kini sudah ambruk.
Menyusuri kawasan wisata di Alexandria lebih lengkap dengan berziarah ke makam Luqman el Hakim yang namanya diabadi-kan dalam Alquran sebagai nama surat ke-31. Dia adalah "orang biasa" yang dipuji-puji oleh Alquran karena nasihatnya yang bijak kepada anak-anaknya. Antara lain, harus berbakti dan memuliakan orang tua serta hanya bertuhan kepada Allah.Juga ada Masjid Al Abbas Al Mursyi. masjid berarsitektur unik dengan bentuk segi enam dan empat kubah yang menjulang megah ke angkasa. Inilah masjid utama di Alexandria yang mengisi langit kawasan wisata itu dengan seruan ibadah. Al Mursyi adalah guru tasawuf Ibnu Athoillah, pengarang kitab Al Hikam yang banyak dibahas dan dipelajari kalangan salaf di Indonesia.[23]
Oleh karena itu, perkembangan agama di Alexandria merupakan proses kompleks, karena juga diiringi pengaruh-pengaruh filsafat yang berkembang di kota yang mengutamakan ilmu pengetahuan, sehingga usaha-usaha perkembangannya lebih pada tahap spekulatif yakni menjurus pada Teologi masing-masing agama.




[1] Lionel Casson. Abad Besar Manusia: Mesir Kuno (Tira Pustaka, 1965) hlm.11
[2] Ibid. hlm.12
[3] Dalam sumber lain disebut Fenensia.
[4] Daldjoeni. Geografi Kesejarahan (Alumni, 1982) hlm 52
[5] Op.cit
[6] Dalam sumber lain disamakan dengan Persia.
[7] Op.cit
[8] Bowra. Abad Besar Manusia: Yunani Klasik (Tira Pustaka, 1965) hlm.152-153
[9] Ibid. hlm 160
[10] Lionel Casson. Abad Besar Manusia: Mesir Kuno (Tira Pustaka, 1965) hlm.161
[11] Ibid. hlm.164
[12] Daldjoeni. Geografi Kesejarahan (Alumni, 1982) hlm 54
[13] Ibid. hlm.87-91
[14] Ibid. hlm. 161
[15] Gambar diambil dari Microsoft Encarta 2005
[16] Di posting dalam www.mayalestarigf.com pada tanggal 25 November 2010 pukul 19.55
[17] Philip Sherrad. Abad Besar Manusia: Bizantium. (Tira Pustaka, 1965) hlm. 11-16
[18] Lionel Casson. Abad Besar Manusia: Mesir Kuno (Tira Pustaka, 1965) hlm.161-162
[19]  Gambar diposting dari Microsoft Encarta 2005.
[20] Ibid. hlm.32
[21] Basil Davidson. Abad Besar Manusia: Kerajaan-kerajaan Afrika. (Tira Pustaka, 1965) hlm. 90-91
[22] Lionel Casson. Abad Besar Manusia: Mesir Kuno (Tira Pustaka, 1965) hlm.164
[23]  Diposting melalui e-mail agusmustofa63@yahoo.com merupakan seorang Ekspedisi Nil pada bulan Ramadhan yang lalu.